Jumat, 31 Oktober 2014

Sosok 4

Sosok 25 April 2014
Setengah Abad Menjadi Peniup Pereret Lombok

Oleh Khaerul Anwar
Nurasi adalah sosok seniman peniup Pereret di Lombok yang telah mengangkat pamor grup gamelan Jaran Kumput yang dipimpinnya. Pereret adalah alat tiup yang suaranya mirip dengan klarinet  yang berfungsi sebagai melodi sekaligus dirigen pada orkestra gamelan. Narasi bersama kelompoknya sering diundang warga beberapa desa untuk acara pernikahan, khitanan dan hajatan lainnya dengan memerlukan Jaran Kamput. Jaran kamput berarti sepasang Kuda jantan-betina yang terbuat dari kayu berfungsi untuk mengusung pengantin lelaki-perempuan ataupun anak yang akan dikhitan saat acara arak-arakan  yang diramaikan dengan iringan gamelan
Dengan upah yang tidak seberapa, Nurasi memperoleh Rp 1.5 juta – Rp 3 juta dan juga dibagikan kepada 30 orang anggota kelompoknya, Nurasi menggelar acara joget pada malam hari dalam arena yang dikelilingi penonton atas izin sang tuan rumah dengan diiringi gamelan. Joget menampilkan seorang perempuan penari yang menyentuhkan kipas pada salah satu penonton.
Di usia Nurasi yang sudah berumur 63 tahun, Nurasi mulai merasa risau karena sampai saat ini belum ada pengganti Nurasi sebagai peniup Pereret, dari sekitar 30 orang yang berminat umumnya mereka hanya sampai mengetahui teknik dasar lalu berhenti dan nurut mengikuti setiap kali pentas. Walaupun Nurasi menginginkan pengganti seperti dia, tapi dia cukup mengetahui bahwa meniup Pereret tidaklah mudah, karena pereret memiliki sripit (dua lembar daun lontar berbentuk trapesium), tujuh lubang pada bagian depan batangnya, ditambah satu lubang di belakang batangnya
Kemampuan Nurasi mengetahui tehnik tinggi-rendahnya suara sudah dipelajari sejak berumur 15 tahun. Dia mengerti setiap nada pereret yang mirip dengan tangga lagu nada. Dia memainkan alat tersebut secara otodidak dengan membuka tutup jarinya pada lubang-lubang yang ada di pereret tersebut untuk menjadikannya sebuah lagu. Di kala itu, Tidaklah mudah bagi Nurasi untuk mendapatkan alat tersebut tetapi dengan semangat pantang menyerah dia meminjam dari sang ayah, guru dan seniornya.
Kondisi keuangan yang tidak memungkinkan Narasi untuk lanjut sekolah, Narasi mempunyai banyak waktu untuk mengabdi pada kelompok gamelan  dan membantu orangtuanya. Sederet pengalaman dengan pereret mengingatkan dia akan pujaan hatinya, dengan meniup pereret, sang kekasih mendengar bahwa Nurasi datang disekitar rumahnya.

Komentar pribadi: sikap Nurasi ini jelas mengatakan kita untuk tetap melestarikan budaya meniup pereret itu, Nurasi merupakan contoh masyarakat akan kepeduliannya pada budaya di Indonesia. Seringkali kita menyepelekan budaya-budaya atau seniman-seniman itu pada jaman modern ini. Hilangnya rasa kepekaan pada masyarakat seperti Nurasi mengingatkan kita bahwa budaya seperti itulah yang menjadikan ciri khas bangsa Indonesia itu sendiri karena manusia pada jaman ini akan lebih memilih sesuatu hal yang dipandang mewah.

1 komentar:

  1. Kesan: sosok yang dijelaskan sangat menarik, mempunyai daya tarik sendiri untuk dibaca
    Pesan: background yang gelap membuat pembaca menjadi agak sulit untuk membaca serta tidak adanya gambar membuat menjadi jenuh pada cerita tersebut.

    BalasHapus