Sosok 25 April 2014
Setengah
Abad Menjadi Peniup Pereret Lombok
Oleh Khaerul Anwar
Nurasi adalah sosok
seniman peniup Pereret di Lombok yang telah mengangkat pamor grup gamelan Jaran
Kumput yang dipimpinnya. Pereret adalah alat tiup yang suaranya mirip dengan
klarinet yang berfungsi sebagai melodi
sekaligus dirigen pada orkestra gamelan. Narasi bersama kelompoknya sering
diundang warga beberapa desa untuk acara pernikahan, khitanan dan hajatan
lainnya dengan memerlukan Jaran Kamput. Jaran kamput berarti sepasang Kuda
jantan-betina yang terbuat dari kayu berfungsi untuk mengusung pengantin
lelaki-perempuan ataupun anak yang akan dikhitan saat acara arak-arakan yang diramaikan dengan iringan gamelan
Dengan upah yang tidak
seberapa, Nurasi memperoleh Rp 1.5 juta – Rp 3 juta dan juga dibagikan kepada
30 orang anggota kelompoknya, Nurasi menggelar acara joget pada malam hari
dalam arena yang dikelilingi penonton atas izin sang tuan rumah dengan diiringi
gamelan. Joget menampilkan seorang perempuan penari yang menyentuhkan kipas
pada salah satu penonton.
Di usia Nurasi yang
sudah berumur 63 tahun, Nurasi mulai merasa risau karena sampai saat ini belum
ada pengganti Nurasi sebagai peniup Pereret, dari sekitar 30 orang yang
berminat umumnya mereka hanya sampai mengetahui teknik dasar lalu berhenti dan nurut mengikuti setiap kali pentas.
Walaupun Nurasi menginginkan pengganti seperti dia, tapi dia cukup mengetahui
bahwa meniup Pereret tidaklah mudah, karena pereret memiliki sripit (dua lembar
daun lontar berbentuk trapesium), tujuh lubang pada bagian depan batangnya,
ditambah satu lubang di belakang batangnya
Kemampuan Nurasi
mengetahui tehnik tinggi-rendahnya suara sudah dipelajari sejak berumur 15
tahun. Dia mengerti setiap nada pereret yang mirip dengan tangga lagu nada. Dia
memainkan alat tersebut secara otodidak dengan membuka tutup jarinya pada
lubang-lubang yang ada di pereret tersebut untuk menjadikannya sebuah lagu. Di
kala itu, Tidaklah mudah bagi Nurasi untuk mendapatkan alat tersebut tetapi dengan
semangat pantang menyerah dia meminjam dari sang ayah, guru dan seniornya.
Kondisi keuangan yang
tidak memungkinkan Narasi untuk lanjut sekolah, Narasi mempunyai banyak waktu
untuk mengabdi pada kelompok gamelan dan
membantu orangtuanya. Sederet pengalaman dengan pereret mengingatkan dia akan
pujaan hatinya, dengan meniup pereret, sang kekasih mendengar bahwa Nurasi
datang disekitar rumahnya.
Komentar pribadi: sikap
Nurasi ini jelas mengatakan kita untuk tetap melestarikan budaya meniup pereret
itu, Nurasi merupakan contoh masyarakat akan kepeduliannya pada budaya di
Indonesia. Seringkali kita menyepelekan budaya-budaya atau seniman-seniman itu
pada jaman modern ini. Hilangnya rasa kepekaan pada masyarakat seperti Nurasi
mengingatkan kita bahwa budaya seperti itulah yang menjadikan ciri khas bangsa
Indonesia itu sendiri karena manusia pada jaman ini akan lebih memilih sesuatu
hal yang dipandang mewah.
Kesan: sosok yang dijelaskan sangat menarik, mempunyai daya tarik sendiri untuk dibaca
BalasHapusPesan: background yang gelap membuat pembaca menjadi agak sulit untuk membaca serta tidak adanya gambar membuat menjadi jenuh pada cerita tersebut.