Melawan Narkoba dan HIV/AIDS
Akhir Juni 2014 Andi Muhammad Aslam yang
berumur 39 tahun menerima penghargaan dari Wakil Presiden Boediono sebagai
tokoh penggiat penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Aslam,
pada tahun 2002, menjejak Bontang, kota kecil yang berjarak 100 kilometer dari
ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Dia berniat hanya jalan dan keluyuran di
kota itu. Dia menginap di rumah seorang kerabatnya untuk bersantai sejenak dari
rutinitas pekerjaan di sebuah lembaga swadaya masyarakat di Makassar, Sulawesi
Selatan.
Namun,
pada saat itu Aslam malah tertarik dengan kawasan Prostitusi Prakla. Ia Tak
bosan-bosan menggali cerita dari para pekerja seks komersial (PSK), mucikari,
preman, dan siapa pun yang dia temui. Apa yang dia lihat, amati dan renungkan
membuat aslam memberikan suatu kesimpulan yaitu masalah sosial ternyata selalu
lebih rumit dan larinya lebih cepat daripada ilmu sosial.
Pada
saat itu Bontang masih dalam keadaan sepi. Tetapi kota ini salah satu tujuan
para awak kapal, juga para pekerja, untuk berbelanja, dan tentu saja berwisata
seks. Ada bahaya di sini, seperti HIV/AIDS. Namun, saat itu, HIV/AIDS ataupun
penyalahgunaan narkoba masih belum menjadi perhatian. Para PSK Belum ada Topik
soal kesehatan yang mereka bicarakan
karena masih berkompetisi mendpatkan konsumen karena menyangkut dengan uang
Awalnya
Aslam hanya menanyakan tentang penyebab PSK yang sedang sakit. Akhirnya cerita
demi cerita keluar. Aslam pun mendengarkannya dan menjadi teman ceritanya. Aslam
juga menyampaikan soal HIV/AIDS dan apa bahayanya. Namun, ia tidak sampai pada
anjuran agar mereka langsung keluar dari pekerjaan sebagai PSK karena bukan hal
mudah.
Menurut
Aslam PSK adalah orang yang depresi. Mereka bisa dengan mudah lari mencari
pelampiasan. Dalam hal ini, minuman keras dan narkoba adalah yang paling dekat.
Karena itulah Aslam memberikan penyadaran kepada mereka akan risiko tertular
HIV/AIDS bersamaan dengan narkoba.
Aslam
pada tahun 2003, menyewa rumah dan mendirikan lembaga advokasi dan rehabilitasi
sosial, yang diberi nama Yayasan Laras. Pemerintah Kota Bontang memberikan dana
untuk upaya yang dilakukakan Aslam. Aslam mengajak beberapa teman untuk
membantunya memberikan konseling dan merekrut dokter.
Dari 100 PSK yang mengikuti konseling, yang bisa meninggalkan
pekerjaannya yaitu maksimal 2 orang. Hal ini dikarenakan PSK meskipun mempunyai
pekerjaan lain namun tetap saja menjadi PSK agar pemasukan hariannya bertambah.
Namun,
Aslam sudah mencanangkan ”perang sampai akhir” untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS
dan narkoba. Sesuatu yang baik pasti akan ada hasilnya. Pasti ada hasilnya
ketika sudah 30.000 lebih orang pernah berkonsultasi ke Laras sejak yayasan ini
berdiri 11 tahun lalu.
Dari
3,5 juta warga Kaltim-Kaltara, ada 100.000 pengguna narkoba. sehingga Di sisi
lain, jumlah PSK tak terhitung. Sehingga Aslam pun menyatakan bahwa Perang
belum usai, ia tetap berusaha untuk mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS dan
narkoba.
Komentar
saya dalam hal ini yaitu Sosok Aslam yang mendirikan suatu yayasan sebagai
konselling bagi pengguna HIV/AIDS dan narkoba merupakan suatu niat yang sangat
baik. Niat Aslam menyadarkan para pengguna HIV/AIDS dan narkoba dia lakukan dengan ikhlas karena rela
meluangkan waktunya. Walaupun sampai saat ini Aslam belum mampu menangani semua
pengguna HIV/AIDS dan narkoba namun ia tidak putus asa karena ia yakin bahwa
sesuatu hal yang baik pasti mempunyai hasil. Dia tidak pernah putus asa dalam
memberikan kesadaran terhadap pengguna HIV/AIDS dan narkoba untuk berhenti. Dia
merupakan sosok yang teguh pada pendirian karena tetap berjuang untuk
mengupayakan apa yang ingin dia harapkan yaitu berkurangnya pengguna HIV/AIDS
dan narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar