Jumat, 31 Oktober 2014

Sosok 3

Melawan Narkoba dan HIV/AIDS


            Akhir Juni 2014 Andi Muhammad Aslam yang berumur 39 tahun menerima penghargaan dari Wakil Presiden Boediono sebagai tokoh penggiat penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Aslam, pada tahun 2002, menjejak Bontang, kota kecil yang berjarak 100 kilometer dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Dia berniat hanya jalan dan keluyuran di kota itu. Dia menginap di rumah seorang kerabatnya untuk bersantai sejenak dari rutinitas pekerjaan di sebuah lembaga swadaya masyarakat di Makassar, Sulawesi Selatan.
Namun, pada saat itu Aslam malah tertarik dengan kawasan Prostitusi Prakla. Ia Tak bosan-bosan menggali cerita dari para pekerja seks komersial (PSK), mucikari, preman, dan siapa pun yang dia temui. Apa yang dia lihat, amati dan renungkan membuat aslam memberikan suatu kesimpulan yaitu masalah sosial ternyata selalu lebih rumit dan larinya lebih cepat daripada ilmu sosial.
Pada saat itu Bontang masih dalam keadaan sepi. Tetapi kota ini salah satu tujuan para awak kapal, juga para pekerja, untuk berbelanja, dan tentu saja berwisata seks. Ada bahaya di sini, seperti HIV/AIDS.  Namun, saat itu, HIV/AIDS ataupun penyalahgunaan narkoba masih belum menjadi perhatian. Para PSK Belum ada Topik soal kesehatan yang  mereka bicarakan karena masih berkompetisi mendpatkan konsumen karena menyangkut dengan uang
Awalnya Aslam hanya menanyakan tentang penyebab PSK yang sedang sakit. Akhirnya cerita demi cerita keluar. Aslam pun mendengarkannya dan menjadi teman ceritanya. Aslam juga menyampaikan soal HIV/AIDS dan apa bahayanya. Namun, ia tidak sampai pada anjuran agar mereka langsung keluar dari pekerjaan sebagai PSK karena bukan hal mudah.
Menurut Aslam PSK adalah orang yang depresi. Mereka bisa dengan mudah lari mencari pelampiasan. Dalam hal ini, minuman keras dan narkoba adalah yang paling dekat. Karena itulah Aslam memberikan penyadaran kepada mereka akan risiko tertular HIV/AIDS bersamaan dengan narkoba.
Aslam pada tahun 2003, menyewa rumah dan mendirikan lembaga advokasi dan rehabilitasi sosial, yang diberi nama Yayasan Laras. Pemerintah Kota Bontang memberikan dana untuk upaya yang dilakukakan Aslam. Aslam mengajak beberapa teman untuk membantunya memberikan konseling dan merekrut dokter.
Dari 100 PSK yang mengikuti konseling, yang bisa meninggalkan pekerjaannya yaitu maksimal 2 orang. Hal ini dikarenakan PSK meskipun mempunyai pekerjaan lain namun tetap saja menjadi PSK agar pemasukan hariannya bertambah.
Namun, Aslam sudah mencanangkan ”perang sampai akhir” untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba. Sesuatu yang baik pasti akan ada hasilnya. Pasti ada hasilnya ketika sudah 30.000 lebih orang pernah berkonsultasi ke Laras sejak yayasan ini berdiri 11 tahun lalu.
Dari 3,5 juta warga Kaltim-Kaltara, ada 100.000 pengguna narkoba. sehingga Di sisi lain, jumlah PSK tak terhitung. Sehingga Aslam pun menyatakan bahwa Perang belum usai, ia tetap berusaha untuk mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba.
Komentar saya dalam hal ini yaitu Sosok Aslam yang mendirikan suatu yayasan sebagai konselling bagi pengguna HIV/AIDS dan narkoba merupakan suatu niat yang sangat baik. Niat Aslam menyadarkan para pengguna HIV/AIDS dan narkoba  dia lakukan dengan ikhlas karena rela meluangkan waktunya. Walaupun sampai saat ini Aslam belum mampu menangani semua pengguna HIV/AIDS dan narkoba namun ia tidak putus asa karena ia yakin bahwa sesuatu hal yang baik pasti mempunyai hasil. Dia tidak pernah putus asa dalam memberikan kesadaran terhadap pengguna HIV/AIDS dan narkoba untuk berhenti. Dia merupakan sosok yang teguh pada pendirian karena tetap berjuang untuk mengupayakan apa yang ingin dia harapkan yaitu berkurangnya pengguna HIV/AIDS dan narkoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar